Viral Jemaah Aolia Gunung Kidul, Mbah Benu Mengaku Sudah Telepon Tuhan

Viral Jemaah Aolia Gunung Kidul, Mbah Benu Mengaku Sudah Telepon Tuhan
Viral Jemaah Aolia Gunung Kidul, Mbah Benu Mengaku Sudah Telepon Tuhan
Ratusan jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, DIY merayakan Idul Fitri dan menggelar Salat Ied, Jumat (5/4) kemarin.Dikutip dari Kompas.com, Salat Ied tersebut digelar di salah satu rumah imam jemaah Masjid Aolia di Panggang III, Giriharjo, Panggang, Gunungkidul.

Selain digelar di rumah imam, sejumlah masjid jamaah Masjid Aolia hari ini menggelar Salat Ied.Salat Ied dipimpin oleh imam jemaah Masjid Aolia, KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau akrab dipanggil Mbah Benu.Tak ayal, jemaah Aolia pun merayakan Idul Fitri lebih awal dibandingkan dari penetapan pemerintah maupun Muhammadiyah.Imam Masjid Aolia, KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo, atau yang akrab disapa Mbah Benu mengatakan bahwa keputusan untuk merayakan Idul Fitri pada hari ini didasarkan pada keyakinan langsung kepada Allah SWT."Saya tidak pakai perhitungan (untuk menentukan Idul Fitri). 

Saya telpon langsung kepada Allah SWT, 'Ya Allah ini sudah 29, satu syawalnya kapan?' Allah SWT mengatakan tanggal 5 Jumat," kata Mbah Benu.Atas keyakinan itu, Ia pun tak gentar jika mendapat respon berbeda dari masyarakat. Terlebih, tanggal yang mereka yakini memang terpaut cukup jauh dari ketetapan pemerintah."Lha nanti kalau disalahkan orang? Tidak apa-apa, urusanKu (Allah)," ujar Mbah Benu dengan tegas.

Adapun Idulfitri yang digelar lebih awal oleh jamaah Aolia ini ternyata juga diselenggarakan secara serentak oleh jamaah Aolia di berbagai wilayah di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri seperti Malaysia, Inggris, dan India.Dalam khotbahnya, Mbah Benu menyerukan pesan persatuan dan persaudaraan antar masyarakat, mengajak untuk meningkatkan solidaritas di tengah perbedaan pendapat. Menurutnya, perbedaan dalam penetapan tanggal tidak boleh menjadi pemisah antar umat.Salah satu alasan di balik penyelenggaraan Salat Idulfitri lebih awal adalah karena jamaah Aolia menggunakan perhitungan bulan puasa yang berbeda dengan pemerintah. 

Menurut Mbah Benu, tanggal 30 Syaban jatuh pada Rabu (6/3/2024), sehingga Salat Tarawih digelar pada malam harinya.Pada pelaksanaan Salat Id hari ini, jamaah Masjid Aolia melakukan shalat di dua tempat, yaitu di rumah Mbah Benu dan di Masjid Aolia yang berjarak sekitar 50 meter. Acara dimulai pukul 07.00 WIB dan berakhir pukul 07.30 WIB dengan pengamanan yang dilakukan oleh Banser, Polri, dan TNI.

Diketahui, Pemimpin Jemaah Masjid Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu menyebut dirinya dan para pengikutnya adalah penganut Tarekat Syattariyah."Kalau saya dari Tarekat Syattariyah, mursyid Tarekat Syattariyah," kata Mbah Benu di kediamannya, Dusun Panggang III, Giriharjo.

Mbah Benu menyebut penganut Tarekat Syattariyah di berbagai daerah juga telah melaksanakan salat Idulfitri hari ini seperti halnya jemaah Masjid Aolia. Meski tak hafal jumlahnya, ia mengklaim pengikutnya tersebar hingga Kalimantan, Sulawesi, Papua bahkan luar negeri.Mbah Benu yang telah menginjak usia 82 tahun menjelaskan penentuan 1 Syawal versi mereka didasarkan pada laku spiritual dan keyakinannya di mana malam 30 ramadan jatuh pada Kamis (4/4)."Allah Ta' alla ngendika (berkata) 1 syawalnya tanggal 5 (April), Jumat," katanya.

Mbah Benu tetap menghormati masyarakat yang tak berlebaran hari ini maupun mereka yang tidak percaya takdir Jamaah Masjid Aolia."Yang percaya ya kami perlakukan baik, yang tidak percaya ya kami perlakukan baik. Kita semua ini bersaudara," ujarnya.Sementara itu Daud, putra kelima Mbah Benu, mengatakan sang ayah bukanlah asli kelahiran Panggang atau daerah Gunungkidul lainnya, melainkan berasal dari Purworejo, Jawa Tengah.

Kata Daud, ayahnya itu kali pertama menginjakkan kaki di Bumi Handayani kisaran tahun 1970-an dan seketika memulai perjalanan dakwahnya. Menurutnya, Jamaah Masjid Aolia tidak langsung berdiri."Babat alas dulu. Karena, maaf dulu masih ada masyarakat yang belum tahu Islam itu apa. Lalu mulai membangun masjid (Aolia)," kata Daud.Daud menyebut sejak jemaah Masjid Aolia berdiri hingga detik ini tidak pernah terjadi gesekan dengan masyarakat sekitar, khususnya, di Panggang."Kita sebut aja 60 persen warga Gunungkidul sudah paham semua (dengan Jamaah Masjid Aolia). 

Ketika awal bapak buka seperti ini kan identik dengan sebutan kiai nyeleneh," ujarnya.Jamaah Masjid Aolia juga memiliki pondok pesantren. Hanya saja, kata Daud, para santrinya adalah 'santri kalong' karena mereka mengaji di pondok, tapi tidak menetap di sana. Aktivitas rutinnya adalah manaqipan."Yang santri lama di sini biasanya sama bapak (Mbah Benu) suruh pulang, di daerahnya disuruh buka sendiri tapi tetap kita yang backup," katanya.

Respon MUI- Kemenag

Menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama (Kemenag) Gunungkidul pun buka suara.Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas mengungkapkan perayaan Idul Fitri yang lebih awal dilakukan oleh ratusan jemaah Aolia merupakan keyakinan mereka dan harus dihormati."Itu keyakinan mereka dan kita harus hormati," ujarnya, Jumat malam.Hanya saja, Anwar menilai para ulama maupun kyai di daerah setempat tersebut juga perlu untuk berdialog dalam rangka mengetahui cara penentuan jatuhnya bulan Ramadan maupun Idul Fitri."

Tetapi tidak ada pula salahnya jika para ulama dan kyai yang ada di daerah setempat atau yang berdekatan dengannya untuk mengajak mereka berdialog tentang bagaimana cara mereka menentukan bulan Ramadan," tuturnya.Anwar menjelaskan bahwa penentuan Ramadan dilakukan berdasarkan ketentuan dari Alquran.Sehingga, sambungnya, jika jemaah Aolia sudah mengerjakannya beberapa hari sebelum wujudul hilal atau sebelum posisi bulan berada pada posisi imkanur ru'yah, maka berarti bulan Ramadan saat itu belum masuk.Alhasil, Anwar pun turut mempertanyakan bagaimana jemaah Aolia bisa menentukan jatuhnya Idul Fitri pada hari ini, padahal belum memasuki 1 Syawal 1445 H.

"Terus yang kedua, bagaimana kok mereka sudah melaksanakan Idul Fitri, padahal Idul Fitri itu jatuh pada tanggal 1 Syawal, sementara menurut perhitungan ilmu hisab, posisi bulan juga belum menunjukkan terjadi pergantian bulan," jelasnya.Anwar pun mengatakan hal seperti ini yang harus didiskusikan dan didialogkan agar Ramadan maupun Idul Fitri ditentukan berdasarkan waktu yang seharusnya."Hal-hal seperti inilah yang perlu didiskusikan dan didialogkan dengan mereka agar mereka dapat melaksanakan puasa dan Idul Fitri sesuai dengan waktu yang seharusnya," katanya.

Sementara, Kepala Kankemenag Gunungkidul, Sa'ban Nuroni mengungkapkan pihaknya bakal memberikan pendampingan kepada jemaah Aolia."Jadi, kalau ada permasalahan agama seperti tadi ya ( Jemaah Aolia), ini tentunya kami melakukan pendekatan kepada yang bersangkutan dan juga kepada tokoh-tokoh agama. Agar pengamalan keyakinan yang tidak menimbulkan permasalahan di tengah-tengah masyarakat", ujarnya usai jumpa pers di Kantor Kemenag Gunungkidul, Kamis (4/4).Ia menambahkan, pihaknya juga bakal melakukan pendampingan dengan memberikan edukasi agar jemaahnya untuk kembali kepada keyakinan yang lazim.

"Kalau ini kan tidak lazim ya, kalau satu atau dua hari berbeda ini kan masih biasa, kalau ini kan (Jemaah Aolia) lima hari ya itu tidak lazim,"tutur dia.Adanya perbedaan perayaan Idulfitri tersebut, Sa'ban mengimbau kepada masyarakat agar bisa menggunakan akal sehat agar bisa mengikuti kegiatan ibadah yang sudah lazim di masyarakat."Kami mengedukasi kepada masyarakat agar menggunakan akal sehat agar bisa mengikuti apa yang sudah lazim, bisa mengikuti NU, Pemerintah, atau Muhammadiyah, silakan. Ini kan sudah lazim dan mainstream,"urainya.

Sikap PBNUKetua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur buka suara terkait pernyataan salah satu jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, yang viral karena mengaku menelepon Allah SWT dalam menetapkan 1 Syawal 1445 Hijriah pada Jumat (5/4) kemarin. Gus Fahrur meminta jemaah tersebut tidak mempermainkan Islam."

Fenomena kelompok masyarakat Aolia di Padukuhan Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang berhari raya hari Jumat kemarin dengan dalih tokoh panutan mereka berbicara langsung dengan Allah SWT, ini sungguh memprihatinkan, harus dicegah dan tidak boleh terulang kembali," ujar Gus Fahrur dalam keterangannya, Sabtu (6/4/2024).Gus Fahrur mengajak setiap tokoh agama beribadah sesuai ajaran agama Islam yang benar. Dia meminta agar tidak ada yang mempermainkan ajaran Islam dan berdalih telah bicara dengan Allah SWT."

Kita berharap semua umat Islam khususnya tokoh agama harus beribadah sesuai ajaran agama Islam yang benar, menggunakan ilmu dan akal sehatnya, tidak boleh mempermainkan ajaran agama Islam dan berdalih telah berbicara langsung dengan Gusti Allah SWT," katanya.Gus Fahrur mengatakan agama adalah tuntunan dan ajaran yang berlaku untuk masyarakat umum. Karena itu, setiap orang tidak boleh mengaku asal-asalan."Maka tidak bisa seseorang secara asal-asalan ngaku sudah komunikasi langsung dengan Gusti Allah. Pengakuan semacam itu tidak sah dan tidak boleh dijadikan dasar tuntunan agama," ucapnya.

Dia menuturkan dasar ibadah dalam Islam harus sesuai tuntunan syariat yang dipahami dengan ilmu-ilmu standar ajaran agama Islam yang sudah jelas dalil-dalilnya dan garis-garisnya. Menurutnya, semua harus ilmiah, rasional dan dapat diuji keabsahannya oleh masyarakat umum. Dia pun mengimbau agar umat Muslim di Gunungkidul mengikuti anjuran ulama yang benar."Kepada saudara kita, masyarakat Muslim Panggang, Gunung Kidul, dihimbau untuk mengambil tuntunan agama Islam dari para ulama yang benar dan dapat menjelaskan dan dapat mempertanggungjawabkan ajarannya sesuai metode nalar syariat Islam yang sah, dan telah diterima oleh masyarakat dunia Islam secara luas," ucapnya."

Tidak semestinya masyarakat gampang percaya pada siapa pun yang mengaku punya hubungan khusus dengan Gusti Allah tapi bertindak tanpa ilmu yang berkesesuaian dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam, karena Islam adalah agama yang dijalankan berdasarkan ilmu syariat," imbuhnya.Gus Fahrur meminta masyarakat waspada dan jangan terkecoh dengan keanehan atau kesaktian. Sebab, orang yang mengaku bisa berkomunikasi dengan Allah SWT itu bukan berarti dia memiliki keistimewaan di hadapan Allah SWT."

Orang yang dapat menghadirkan hal-hal ajaib sekalipun itu tidak berarti dia memiliki keistimewaan dihadapan Gusti Allah SWT. Karena tukang sulap dan tukang sihir juga bisa melakukannya. Hendaknya diwaspadai bahwa bangsa jin dan setan juga bisa datang kepada siapa pun, dan mengaku-ngaku sebagai gusti Allah atau malaikat untuk mengajak manusia kepada kesesatan," ucapnya.

Menurutnya, dengan adanya fenomena ini menjadi salah satu alasan pentingnya pemerintah penetapan awal Ramadan dan 1 Syawal. Hal ini bertujuan agar tidak terus menerus terjadi polemik di berbagai daerah ketika awal dan akhir Ramadan"Ini mungkin bisa menjadi salah satu alasan untuk dibuat peraturan pemerintah tentang penetapan awal dan akhir Ramadan harus mengikuti keputusan pemerintah, sebagaimana dilakukan di semua negara muslim seluruh dunia," katanya.Kembali ke pernyataan salah satu pimpinan jemaah Aolia, Gus Fahrur menilai pernyataan tersebut membingungkan. 

Pernyataan tersebut juga tidak bisa dikategorikan sebagai kebebasan berpendapat."Statement pimpinan jamaah seperti ini membingungkan masyarakat, suatu narasi yang tidak masuk dalam kategori kebebasan berpendapat. Karena sudah ada aturan-aturan baku dalam praktis beragama seperti hitungan jumlah hari puasa Ramadhan, dan tata cara penetapannya dalam Islam," tegasnya. (pas/bun/tik/cnn)